Pernahkah detikers mendengar istilah outsourcing? istilah ini telah melekat dan menjadi bagian yang selalu dikaitkan dengan dunia industri kerja.
Secara umumnya, outsourcing melibatkan perjanjian antara pengguna jasa dengan penyedia jasa untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dengan pembayaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk itu, berikut adalah ulasan terkait pengertian lebih lanjut terkait outsourcing beserta undang-undang yang mengatur serta manfaatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Outsourcing merujuk pada Pasal 1601 b KUH Perdata yang mengatur perjanjian pemborongan kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yakni pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan.
Istilah outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti alih daya. Outsourcing juga dikenal sebagai contracting out atau alih daya yang merupakan proses di mana suatu perusahaan memindahkan operasionalnya ke perusahaan lain.
Outsourcing juga dipahami sebagai suatu perjanjian dimana pengguna jasa mengikat diri dengan vendor atau penyedia jasa untuk memborong pekerjaan dengan sejumlah pembayaran tertentu, sebagaimana dikutip dari skripsi miliki Rina Wulandari dari Universitas Islam Riau.
Tujuan outsourcing adalah untuk mengurangi biaya produksi atau fokus pada inti perusahaan. Dalam outsourcing, pemborong (pengguna jasa) dan vendor (penyedia jasa) membuat perjanjian untuk melakukan pekerjaan dengan pembayaran yang telah disepakati.
Undang-undang Outsourcing
Dalam outsourcing sendiri Roulette, terdapat dua bentuk, yang dimaksud dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1. Pemborong Pekerjaan
Pemborong pekerjaan diatur dalam Pasal 66 pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa.
1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
2. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
Sementara itu, penyedia jasa pekerja/buruh diatur dalam Pasal 66 pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa.
1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Manfaat Outsourcing
Mengutip situs repository Universitas Islam Riau, berikut adalah beberapa manfaat dari outsourcing.
1. Pihak perusahaan akan menghemat pengeluaran dalam memberikan biaya kepada sumber daya manusia (SDM).
2. Meningkatkan keluwesan dan kreativitas usaha untuk fokus pada peningkatan fokus bisnis, pengurangan biaya produksi, menciptakan produk unggul berkualitas, mempercepat pelayanan untuk mengikuti pasar yang semakin kompetitif dan membagi resiko usaha dalam berbagai aspek termasuk manajemen tenaga kerja.
3. Perusahaan/bisnis dapat menentukan biaya tetap yang sudah disepakati untuk sebuah jasa.
4. Sebuah bisnis mendapat jaminan pada tingkat layanan tertentu, sebagaimana telah diatur dalam kontrak.
5. Memberi peluang kemitraan baru antara instansi bisnis dan perusahaan outsourcing.
6. Sebuah bisnis bisa meningkatkan kemampuan dalam pengembangan sebuah produk atau kecepatan ke pasar.
7. Sebuah bisnis akan punya lebih banyak waktu untuk menjalankan inti bisnisnya.
Kelemahan Outsourcing
1. Apabila layanan buruk, maka konsekuensinya bisnis bisa menurun. Sebab, pelanggan tidak memahami seluk beluknya.
2. Terdapat risiko di mana informasi rahasia perusahaan diketahui pihak luar karena staf eksternal tidak menyadari pentingnya hal ini.
3. Jika terlalu bergantung pada outsourcing, maka biaya yang dibutuhkan akan lebih tinggi. Sebab harus mempertahankan kontrak eksternal, bahkan saat terdapat alternatif internal yang lebih murah.
4. Pemahaman penuh mengenai perilaku pelanggan dan kepuasan bisa hilang apabila komunikasi antara perusahaan dan pihak alih daya tidak memadai.
5. Kontrol tertentu bisa jadi hilang setiap kali terjadi kontrak antara perusahaan dan pihak outsourcing.